Saya dulu ketika berhasil menguasai banyak ilmu, alim, bermulti-talenta dan berhasil melakukan apa yang diajarkan agama… pernah menganggap diri saya lebih baik kerohaniannya daripada orang lain yang saya tahu orang tersebut tidak matang sebagai Kristen apalagi Kristen KTP.
Saya memang tidak mengatakan dalam kata-kata bahwa saya lebih baik daripada orang lain, tapi pikiran, hati dan sikap saya yang mengatakannya.
Namun itu semua berubah ketika saya menjadi “anak bungsu” yang meninggalkan Rumah Bapa.
Saya mencoba bersenang-senang dan memahami dunia, akhirnya saya bukanlah orang alim lagi.
Saya jatuh bangun berulangkali, tapi puji Tuhan… saya akhirnya bisa kembali lagi ke Rumah Bapa.
Dari pengalaman-pengalaman saya di luar, saya makin memahami makna dari satu perumpamaan yang dikisahkan oleh Yesus di bawah ini …
Lukas 18:9-14 (TB) Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:
“Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;
aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.“
Dari perumpamaan tersebut, boleh dibilang sayalah orang Farisinya… dan orang lain yang saya rendahkan (kerohaniannya) adalah pemungut cukainya.
Saya sudah jadi orang baik, alim dan melakukan yang ada di Alkitab (seperti si Farisi), tapi ternyata saya “ditolak kebenarannya” di hadapan Tuhan.
Saya ditolak kebenarannya bukan karena munafik… tapi karena saya ada kesombongan rohani yang menganggap kerohanian saya lebih baik daripada orang-orang Kristen KTP.
Ketika jadi leader di suatu Gereja eksklusif, saya juga menganggap lebih benar statusnya di hadapan Tuhan dibandingkan jemaat Gereja lainnya karena baptisan saya sudah benar, sudah Murid Yesus dan melakukan penginjilan.
Dan ternyata, berdasarkan Lukas 18: 9-14…kesombongan rohani saya tersebut telah membuat saya tidak dibenarkan dihadapan Tuhan.
Semua perbuatan baik saya untuk Tuhan tidak ada artinya jika saya sombong, yaitu menganggap diri lebih rohani daripada orang lain.
Jadi sepertinya sia-sia saja jika saya sudah berusaha jadi baik dan tidak munafik tapi ternyata ada kesombongan rohani.
Kesombongan membuat saya di hadapanNya sebagai sesuatu yang mengecewakan, bukannya membanggakan.
Bahkan dalam Lukas 18 tersebut, terlihat jelas bahwa Tuhan lebih menghargai hati yang hancur dari seorang pendosa daripada hati sombong seorang religius.
Nah, bagaimana dengan Anda?
Mungkin Anda tidak mengatakan dalam kata-kata bahwa Anda lebih baik daripada orang lain… tapi apakah pikiran, hati dan sikap Anda yang mengatakan demikian?
————
Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan-tulisan saya lainnya, Anda bisa membacanya di dombapa.com/blog atau ikuti Newsletternya di dombapa.com/newsletter .
Jika Anda merasa tulisan saya ini bermanfaat, jangan lupa share tulisan ini ke orang lain atau ke medsos Anda. Siapa tahu ternyata juga bisa jadi berkat buat yang lainnya.
Tuhan memberkati,
Dt Awan (Andreas Hermawan)